Dua perempuan muda terlihat asyik ngobrol di kafetaria Rumah Tahanan (Rutan) Salemba. Penampilan keduanya terlihat seksi. Kehadiran dara cantik itu, tentunya saja jadi pemandangan tersendiri bagi para pembesuk dan narapidana di Rutan tersebut. “Itu Jablay Mas,” bisik salah seorang sipir yang kebetulan sedang istirahat di kafetaria itu.
Sipir itu melanjutkan, kafetaria di Rutan Salemba memang sudah menjadi “pangkalan” bagi para Jablay, sebutan untuk perempuan pekerja seks komersial (PSK). Mereka datang khusus untuk melayani para napi di Rutan Salemba.
ilustrasi |
Ruang tunggu dan pendaftaran di rutan Salemba tempatnya lumayan luas, Lantainya bersih, dan suasananya nyaman. Menurut beberapa sipir setempat, ruang tunggu di Rutan Salemba merupakan tempat yang paling bagus dibanding penjara-penjara lain di Indonesia.
Ruangan seluas 10 x 6 meter tersebut juga dilengkapi warung kecil yang menjual aneka makanan dan minuman ringan. “Kalau mau beli kondom juga ada di kantin itu,” ujar Ayu, Jablay yang biasa mangkal di Rutan Salemba.
Ayu mengaku dirinya tidak merasa risih berada di area penjara, yang notabene tempat para pelaku kejahatan mendekam. Bahkan ia mengaku sangat aman beroperasi di sana . Sebab pelanggannya tidak berani macam-macam. Apalagi ia dan teman-teman seprofesi mendapat jaminan keamanan dari para sipir di rutan tersebut.
Keberadaan para jablay ini memang jadi berkah tersendiri bagi para sipir. Selain mendapatkan uang dari sewa ruangan untuk ber ah uh ria, beberapa diantaranya ada juga yang merangkap sebagi calo. Para sipir seperti ini biasanya menawarkan jasa pelayanan seks kepada para napi di Rutan salemba. Ia akan mendapat bagian dari Jablay Rp50 ribu sampai Rp100 ribu per sekali transaksi.
Tarif para Jablay yang beroperasi di Rutan Salemba berkisar Rp200 ribu hingga Rp300 ribu, per sekali kencan, tergantung negosiasi. Soal ruangan tempat yang disediakan terdiri dari beberapa kelas. Ada kelas eksekutif, bisnis, dan ekonomi. Sebab di Rutan itu ada beberapa ruangan yang bisa dijadikan tempat pelepasan hasrat seksual napi. Misalnya di ruang Bagian Hukum dan Pelayanan tahanan (BHPT), ruang penyidikan, atau di ruang meeting sipir. Masing-masing ruangan dilengkapi matras dan kipas angin. Ruangan ini disebut kelas bisnis.
Kalau mau agak mewah dengan fasilitas AC, TV, DVD, dan sofa empuk, ruang tamu Kepala Rutan pun bisa digunakan. Tapi untuk ruangan eksekutif ini hanya bisa digunakan Sabtu dan Minggu. Selain dari itu tidak bisa disewakan. Tarif sewa ruangan itu tentunya berbeda. Untuk ruang yang disebut kelas bisnis harganya Rp250 ribu per satu jam. Sedangkan untuk ruang eksekutif di ruang Kepala Rutan, harga yang dipatok Rp500 ribu per 90 menit.
Nah, bagi napi yang berkantong cekak juga tersedia harga sewa kelas ekonomi, seharga Rp50 ribu dengan durasi 30 menit. Ruangan yang digunakan adalah toilet. “Biar di Toilet nggak masalah. Yang penting hasrat bisa tersalurkan,” kata Suryo, sebut saja begitu, napi yang menghuni Blok N.
Fasilitas yang disediakan di toilet memang ala kadarnya, yakni hanya sebuah bangku kayu. Toh meski fasilitas terbatas ruang toilet banyak yang diminati. Ini lantaran harganya relatif murah dibanding ruangan lainnya.
Pengelola kelas toilet pun berbeda dengan kelas lainnya. Bila ruang kelas bisnis dan eksekutif dikelola sepenuhnya oleh sipir, sedangkan toilet dikelola oleh napi senior yang disebut tahanan pendamping (tanping). Napi ini bertugas menerima uang sewa dan berjaga di depan toilet. Sebab seluruh toilet pintunya tidak bisa dikunci dari dalam.
Meskipun dikelola napi, uang hasil sewa sebagian besar disetorkan ke sipir. Hitungannya, 70 % untuk sipir dan 30 % dibagi napi yang mengelola, termasuk foreman atau kepala suku. “Dalam sehari dan kalau lagi ramai bisa menghasilkan uang Rp3 juta dari tiga toilet yang disewakan” kata Rudi, tanping Rutan salemba kepada detikcom.
Para Jablay pun tidak merasa risih bila harus melayani napi di ruangan yang serba terbatas itu. Misalnya Windi, teman seprofesi Ayu. Secara blak-blakan ia mengatakan, justru merasa lebih senang bila melayani di toilet. Sebab, kata Windi, waktunya relatif singkat, yakni hanya 20 menit sampai 30 menitan. Sehingga ia bisa melayani napi yang lain yang ingin berkencan dengannya.
Windi juga mengaku tidak hanya melayani hasrat seksual para napi. Para pembesuk yang berminat kencan juga ia layani. Tapi lokasinya hanya di toilet. Sebab ruangan lainnya hanya diperuntukkan bagi napi.
Pesta Seks di Ruang Komandan
Setiap penjara di Indonesia punya ruang tunggu untuk keluarga yang mengunjungi napi. Ruangan yang diperuntukan untuk temu kangen bagi napi dan keluarganya itu biasanya selalu penuh saat jam besuk. Di tempat itu kerinduan akan tertumpah. Terutama napi yang dikunjungi istri atau pasangannya. Mereka tak sungkan berciuman di depan napi dan para pembesuk.
Tapi bagi napi yang punya banyak uang bisa memilih tempat yang lebih privasi. Tentu saja dengan mengeluarkan sejumlah uang. Di ruang khusus ini, para napi dan pasangannya bisa menyalurkan hasrat biologisnya.
Di beberapa penjara yang didatangi detikcom, seperti di LP Cipinang, Rutan Salemba, dan LP Tangerang, memang menyediakan beberapa ruang untuk itu. Hanya saja, bukan sebuah ruangan khusus yang disediakan. Melainkan ruang publik atau petugas yang sewaktu-waktu bisa digunakan. Tentunya dengan memberikan sejumlah uang sewa kepada petugas. Harga yang dipatok pun relatif tinggi, berkisar Rp 250 ribu hingga Rp 600 ribu.
Misalnya di Rutan Salemba, yang menyediakan ruangan ” asmara ” dengan tiga kelas. Kelas pertama adalah kelas ekonomi, yakni berupa toilet umum untuk para pembesuk. Di tempat ini harga sewanya Rp50 ribu. Ada juga kelas bisnis, yang merupakan ruangan Bagian Hukum dan Pelayanan Tahanan (BHPT), ruang penyidikan, dan ruang meeting. Tempat ini dibandrol Rp250 ribu untuk satu jam.
Kalau mau yang lebih ekslusif dengan fasilitas AC, TV, DVD, dan sofa empuk, napi dan pasangannya bisa menyewa ruang tamu Kepala Rutan Salemba, yang terletak di lantai dua. Tapi untuk menggunakan ruangan ini napi harus merogoh kocek Rp500 ribu per 90 menit. Beberapa pejabat yang mendekam di Rutan Salemba, kabarnya sering menggunakan ruangan ini untuk bermesraan dengan istri atau pasangannya. Malah ada pejabat yang belum lama ini ditahan karena korupsi, sempat membawa tiga PSK sekaligus ke ruangan Kepala Rutan.
“Kalau tidak salah, pejabat tersebut bawa perempuan-perempuan itu seminggu setelah lebaran tahun ini. Mereka pesta seks di ruang Kepala Rutan,” jelas sumber detikcom, yang kebetulan menjadi salah satu tokoh di blok tempat pejabat tersebut ditahan. Di LP Cipinang pun demikian. Di penjara terbesar di Jakarta ini, terdapat beberapa ruangan yang bisa digunakan untuk bermesraan. Untuk yang berkantong tipis, napi bisa menggunakan tempat latihan band para napi. Tempat ini berada di dekat ruang besukan. Ruangan yang hanya disekat dengan tembok setinggi 1,5 meter ini dibandrol dengan harga Rp150 ribu per jam.
Untuk napi berkantong sedang, bisa memilih ruangan pemeriksaan atau registrasi narapidana yang terletak di dalam. Tempat ini dibandrol dengan harga Rp250 ribu. Sedangkan bagi napi berkantong tebal, bisa menggunakan ruangan Kepala LP, yang berfasilitas lengkap dan mewah. Ruangan berukuran 3 x 3 meter ini dibandrol dengan harga Rp600 ribu untuk 2 jam. Seorang sipir di LP Cipinang mengatakan, bisnis sewa-menyewa ruangan di LP Cipinang sudah menjadi rahasia umum. Sebab uang hasil sewa itu seluruhnya dibagi rata untuk menambah kesejahteraan sipir. “KPLP dan seluruh sipir di sini juga sudah tahu, lumayan buat nambah pemasukan di dapur ” katanya kepada detikcom di kantin LP Cipinang.
Bagi napi yang tidak punya uang tentu saja jadi masalah. Selain tidak punya uang untuk membayar sewa, mereka juga tidak mampu membayar PSK jika ingin berkencan. Kondisi ini dialami anak hilang, napi yang tidak pernah dibesuk keluarga atau teman. Untuk memuaskan hasrat seksnya golongan ini terpaksa melakukan anal seks dengan sesama napi. Lokasi kencannya adalah setiap sudut sepi yang ada di area LP Cipinang.
“Imbalan anal seks yang dilakukan “anak hilang” dengan sesama napi cukup dengan uang Rp5 ribu rupiah atau dengan mencuci bajunya saja,” jelas sipir tersebut. Sementara di LP Pemuda Tangerang kondisinya agak berbeda. Untuk bisnis sewa ruangan “intim” bagi para napi di Lp ini, hanya tersedia 2 kamar. Ruangan ini dikelola oleh Sumarno, sipir bagian Keamanan dan Ketertiban (Kamtib).
Sumarno biasanya yang mengatur jadwal bagi napi yang ingin melakukan seks. Tempat sewaan itu berada di blok F, sekitar lima meter dari kamar mandi para napi. Untuk menggunakan kamar ini, Sumarno mematok tarif sebesar Rp350 ribu untuk 45 menit.
Menurut Tanping register LP Tangerang, sebut saja namanya Pacek, selain menyewakan kamar, Sumarno juga sering mencarikan Jablay atau PSK bagi napi yang membutuhkan. Tapi biasanya napi yang memesan PSK atau Jablay kepada Sumarno adalah para napi yang berada di blok A. Blok ini di kenal paling elit di LP Tangerang. Sebab untuk bisa berada di blok ini, napi harus membayar Rp5 juta. Selain itu setiap bulan, napi di blok ini juga wajib bayar Rp 500 ribu.
Para napi di blok ini umumnya bandar narkoba, yang banyak uang. “Yang suka mesen Jablay sama Sumarno adalah Akuang dan Akwi. Mereka pesen Jablay Rp250 ribu ke Sumarno” kata Pacek saat dihubungi detikcom melalui selulernya. Pastinya bisnis sewa kamar untuk melepaskan hasrat biologis napi jadi keuntungan sendiri bagi sipir. Selain itu sipir juga bisa mencari keuntungan tambahan dengan mencarikan PSK untuk napi yang memesannya.
Yang Belia Jadi Incaran
Pemenuhan hasrat biologis memang kebutuhan pokok bagi pria yang sudah beristri, atau pria yang pernah melakukan hubungan intim dengan pacar atau kekasihnya. Ketika berada di penjara tentu saja pemenuhan hasrat ini menjadi terganggu.
Menurut seksolog Boyke Dian Nugraha, pria yang mengalami sumbatan dalam melepaskan hasrat seksnya, bisa berakibat macam-macam. Misalnya, pria tersebut mudah emosi dan melakukan penyimpangan seks.” Di penjara banyak kasus kekerasan atau anal seks karena tersumbatnya saluran seks dari napi,” kata Boyke kepada detikcom.
Bicara soal hubungan seks dengan sesama jenis di penjara bukan barang baru lagi. Kondisi tersebut sudah jadi budaya di penjara. Hubungan homoseksual antar narapidana pria sudah lazim dan setiap saat ada saja napi yang menjadi korban penyimpangan seks tersebut.
Menurut informasi yang dihimpun detikcom, napi yang menjadi korban pemuas nafsu seks sesama napi adalah yang usianya masih relatif muda, yakni belasan tahun. Napi belia ini selalu menjadi sasaran napi-napi yang dewasa. Mereka selalu dijadikan obyek untuk menuntaskan hasrat seks yang terhambat tersebut.
Sebuah sumber di LP Cipinang mengatakan, Napi belia yang jadi incaran umumnya yang berkulit putih dan wajahnya agak lumayan. Apabila ada napi seperti ini, sudah barang tentu menjadi “barang” rebutan bagi napi-napi yang berpengaruh. Misalnya Foreman (kepala seluruh blok), Kepala Kamar atau tahanan pendamping (tanping).
Demi keamanan dirinya di dalam penjara, mau tidak mau napi belia yang jadi incaran harus menuruti. “Kalau tidak bisa habis dihajar oleh bos (pimpinan blok atau kamar),” jelas sumber yang telah mendekam empat tahun di LP Cipinang.
Sebelum “dipakai” napi belia ini didandani sedemikian rupa sehingga mirip perempuan. Pemolesan ini semata untuk membangkitkan gairah seks napi yang menguasai napi belia tersebut. Bila sudah berpenampilan layaknya perempuan, napi belia ini harus siap setiap saat melayani nafsu napi-napi yang menguasainya.
Sebagai bayaran, napi belia itu akan aman dari segala gangguan sesama napi. Sebab ia sudah dikuasai seorang napi yang berpengaruh. Paling tidak, untuk sekedar rokok dan makanan tidak perlu pusing memikirkannya. Karena ia akan dapat jatah dari napi yang menguasainya.
Kondisi seperti ini sudah berlangsung lama. “Sejak saya masuk penjara kondisi seperti ini sudah terjadi. Bahkan jauh sebelum saya masuk bui,” jelas Anton Medan, mantan napi yang kini menjadi seorang mubalikh.
Menurut pria yang telah mendekam selama 18 tahun lebih di penjara ini, para pelaku sodomi atau homoseksual adalah napi yang tidak punya uang untuk menyalurkan hasrat biologisnya. Sebab sekalipun punya istri, mereka tidak mampu membayar uang sewa ruangan yang disewakan. Karena umumnya napi berasal dari masyarakat kelas bawah. Lain halnya bagi napi yang berduit. Mereka bisa menyewa kamar atau menyewa penjaja seks komersial (PSK).
Maraknya prilaku homoseksual di penjara tentu berisiko tinggi. Dr Boyke mengatakan, proses anal seks yang sering dilakukan para napi, merupakan salah satu faktor utama terjangkitnya HIV/AIDS napi di penjara.” Para Napi yang tidak punya uang kan biasanya sering melakukan anal Seks, padahal anal seks itu merupakan salah satu faktor penting terjangkit AIDS karena langsung menggunakan dubur,” jelasnya.
Untuk mengatasi hal ini, Boyke juga berharap, pemerintah memberikan keringanan kepada para tahanan didalam menyalurkan kebutuhan biologisnya. Karena jika hal itu tidak diberikan secara sewajarnya maka akan memberikan dampak psikis terhadap para napi.
artikel terkait : seks di penjara
No comments:
Post a Comment